Rabu, 11 Februari 2015

KRITIK ARSITEKTUR

KRITIK NORMATIF


Kritik normatif merupakan suatu kritik yang didasarkan pada model yang digeneralisasi untuk satu kategori bangunan spesifik.

JENIS –JENIS METODA KRITIK NORMATIF

Karena kompleksitas, abstraksi dan kekhususannya kritik normatif perlu dibedakan dalam metode sebagai berikut :
• Metoda Doktrin ( satu norma yang bersifat general, pernyataan prinsip yang tak terukur)
• Metoda Sistemik ( suatu norma penyusunan elemen-elemen yang saling berkaitan untuk satu tujuan)
• Metoda Tipikal ( suatu norma yang didasarkan pada model yang digenralisasi untuk satu kategori bangunan spesifik)
• Metoda Terukur ( sekumpulan dugaan yang mampu mendefinisikan bangunan dengan baik secara kuantitatif)

Kritik Tipikal

                                                                                             Masjid Agung Demak

Untuk tugas kritik normative ini saya akan menggunakan Metode Kritik Tipikal. Dalam kritik ini, objek yang akan saya gunakan adalah Masjid Agung Demak, dimana objek ini merupakan bangunan tempat ibadah seluruh umat muslim khususnya di kota Demak, Jawa Tengah.


MASJID AGUNG DEMAK




    Denah Masjid Agung Demak     


Interior Bangunan Masjid Agung Demak

Bangunan kompleks Masjid Agung Demak memiliki beberapa ciri khas diantaranya :
-              Perwujudan akulturasi budaya,
-              Teknik rancang bangun tanpa paku
-              Pembuatan soko guru.      
                                                                                                          
Fasilitas : Parkir, Taman, Gudang, Tempat Penitipan Sepatu/Sandal, Kamar Mandi/WC,     Tempat Wudhu, Sarana Ibadah , Museum Masjid Agung Demak
Daya Tampung Jamaah : 1000 orang

Luas keseluruhan bangunan utama Masjid Agung Demak adalah 31 x 31 m2. Di samping bangunan utama, juga terdapat serambi masjid yang berukuran 31 x 15 m dengan panjang keliling 35 x 2,35 m; bedug dengan ukuran 3,5 x 2,5 m; dan tatak rambat dengan ukuran 25 x 3 m.

Serambi masjid berbentuk bangunan yang terbuka. Bangunan masjid ditopang dengan 128 soko, yang empat di antaranya merupakan soko guru sebagai penyangga utamanya. Tiang penyangga bangunan masjid berjumlah 50 buah, tiang penyangga serambi berjumlah 28 buah, dan tiang kelilingnya berjumlah 16 buah.

Masjid ini memiliki keistimewaan berupa arsitektur khas ala Nusantara. Masjid ini menggunakan atap limas bersusun tiga yang berbentuk segitiga sama kaki. Atap limas ini berbeda dengan umumnya atap masjid di Timur Tengah yang lebih terbiasa dengan bentuk kubah. Ternyata model atap limas bersusun tiga ini mempunyai makna, yaitu bahwa seorang beriman perlu menapaki tiga tingkatan penting dalam keberagamaannya: iman, Islam, dan ihsan. Di samping itu, masjid ini memiliki lima buah pintu yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lain, yang memiliki makna rukun Islam, yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji. Masjid ini memiliki enam buah jendela, yang juga memiliki makna rukun iman, yaitu percaya kepada Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, hari kiamat, dan qadha-qadar-Nya.

BENTUK  ATAP











Tidak ada komentar:

Posting Komentar