TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Nama :
Wanda Febrian Tata Raynata
Kelas : 2TB01
NPM :
27311356
TULISAN I
“TOLERANSI BERAGAMA”
Toleransi adalah istilah dalam
konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang
adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat
diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi
beragama, dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan
keberadaan agama-agama lainnya. Istilah toleransi juga digunakan dengan
menggunakan definisi "kelompok" yang lebih luas, misalnya partai
politik, orientasi seksual, dan lain-lain. Hingga saat ini masih banyak
kontroversi dan kritik mengenai prinsip-prinsip toleransi, baik dari kaum
liberal maupun konservatif.
Persamaan Membangun Toleransi Umat
Beragama serta Kebebasan Beragama. Toleransi dan kerukunan antar umat beragama
bagaikan dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan satu sama lain. Kerukunan
berdampak pada toleransi; atau sebaliknya toleransi menghasilkan kerukunan;
keduanya menyangkut hubungan antar sesama manusia. Jika tri kerukunan [antar
umat beragama, intern umat seagama, dan umat beragama dengan pemerintah]
terbangun serta diaplikasikan pada hidup dan kehidupan sehari-hari, maka akan
muncul toleransi antar umat beragama. Atau, jika toleransi antar umat beragama
dapat terjalin dengan baik dan benar, maka akan menghasilkan masyarakat yang
rukun satu sama lain.
Toleransi antar umat beragama harus
tercermin pada tindakan-tindakan atau perbuatan yang menunjukkan umat saling
menghargai, menghormati, menolong, mengasihi, dan lain-lain. Termasuk di
dalamnya menghormati agama dan iman orang lain; menghormati ibadah yang
dijalankan oleh orang lain; tidak merusak tempat ibadah; tidak menghina ajaran
agama orang lain; serta memberi kesempatan kepada pemeluk agama menjalankan
ibadahnya. Di samping itu, maka agama-agama akan mampu untuk melayani dan
menjalankan misi keagamaan dengan baik sehingga terciptanya suasana rukun dalam
hidup dan kehidupan masyarakat serta bangsa.
Agama adalah elemen fundamental
hidup dan kehidupan manusia, oleh sebab itu, kebebasan untuk beragama [dan
tidak beragama, serta berpindah agama] harus dihargai dan dijamin. Ungkapan
kebebasan beragama memberikan arti luas yang meliputi membangun rumah ibadah
dan berkumpul, menyembah; membentuk institusi sosial; publikasi; dan kontak
dengan individu dan institusi dalam masalah agama pada tingkat nasional atau
internasional.
Kebebasan beragama, menjadikan
seseorang mampu meniadakan diskriminasi berdasarkan agama; pelanggaran terhadap
hak untuk beragama; paksaan yang akan mengganggu kebebasan seseorang untuk
mempunyai agama atau kepercayaan. Termasuk dalam pergaulan sosial setiap hari,
yang menunjukkan saling pengertian, toleransi, persahabatan dengan semua orang,
perdamaian dan persaudaraan universal, menghargai kebebasan, kepercayaan dan
kepercayaan dari yang lain dan kesadaran penuh bahwa agama diberikan untuk
melayani para pengikut-pengikutnya.Persamaan Peran Dalam Masyarakat [lihat
Faedah Agama dan peran umat beragama dalam agama dan masyarakat].
Contoh beberapa kasus yang mencuat
terhadap toleransi beragama itu sendiri yang menyangkut kepada pemimpin negara.
“Penghargaan
Toleransi Beragama untuk SBY Keliru?”
TEMPO.CO, Jakarta -Ketua SETARA Institute,
Hendardi, menilai pemberian penghargaan untuk kebebasan beragama kepada
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah sebuah kekeliruan. “Mungkin lembaga
yang kasih itu lagi mengigau,” kata Hendardi saat dihubungi Tempo, Kamis, 11
April 2013.
Hendardi mengatakan, selama
kepemimpinan SBY, praktek-praktek intoleransi malah mengalami peningkatan di
negeri ini. Hendardi menilai SBY tidak punya kemauan politik untuk
menyelesaikan praktek intoleransi di Indonesia.
Menurut berbagai penelitian yang
dilakukan oleh SETARA Institute, terjadi peningkatan 20-30 persen
praktek-praktek intoleransi selama tahun 2006-2012. Maraknya kasus intoleransi
didorong oleh tidak ada penegakan hukum yang tegas dari pemerintah. Pemerintah,
menurut Hendardi, tidak pernah menetapkan aturan atau standar operasional baku
untuk praktek intoleransi. Hendardi menganggap, praktek intoleransi terkadang
malah digunakan untuk kepentingan politik pihak tertentu.
Dengan menerima penghargaan
tersebut, Hendardi menilai SBY akan semakin melakukan pembiaran terhadap
praktek intoleransi, karena merasa sudah berhasil. Padahal, kata Hendardi,
selama ini banyak kritik publik yang meminta SBY menyelesaikan masalah
intoleransi, namun hasilnya nihil. "Saya tidak melihat satu indikator pun
SBY mau selesaikan ini," kata dia.
Sumber
: “http://www.jappy.8m.net/custom3.html , http://id.wikipedia.org/wiki/Toleransi , http://www.tempo.co/read/news/2013/04/12/078473096/Penghargaan-Toleransi-Beragama-untuk-SBY-Keliru”
TULISAN II
“KORUPSI , KOLUSI , NEPOTISME”
Korupsi
Korupsi
(bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency International adalah
perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang
secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang
dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan
kepada mereka.
Dalam
arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi
untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi
dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam
bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan,
sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung
korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para
pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi
yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,
terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal
seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu
sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini
dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan
kriminalitas|kejahatan.
Tergantung
dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap
korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di
satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
Kolusi
Di
dalam bidang studi ekonomi, kolusi terjadi di dalam satu bidang industri disaat
beberapa perusahaan saingan bekerja sama untuk kepentingan mereka bersama.
Kolusi paling sering terjadi dalam satu bentuk pasar oligopoli, dimana
keputusan beberapa perusahaan untuk bekerja sama, dapat secara signifikan
mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Kartel adalah kasus khusus dari kolusi
berlebihan, yang juga dikenal sebagai kolusi tersembunyi.
kolusi
merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara
tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan
pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya
menjadi lancar
Nepotisme
Nepotisme
berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan
berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya digunakan dalam konteks
derogatori.Sebagai contoh, kalau seorang manajer mengangkat atau menaikan
jabatan seorang saudara, bukannya seseorang yang lebih berkualifikasi namun
bukan saudara, manajer tersebut akan bersalah karena nepotisme. Pakar-pakar
biologi telah mengisyaratkan bahwa tendensi terhadap nepotisme adalah
berdasarkan naluri, sebagai salah satu bentuk dari pemilihan saudara.
Kata
nepotisme berasal dari kata Latin nepos, yang berarti “keponakan” atau “cucu”.
Pada Abad Pertengahan beberapa paus Katholik dan uskup- yang telah mengambil
janji “chastity” , sehingga biasanya tidak mempunyai anak kandung – memberikan
kedudukan khusus kepada keponakannya seolah-olah seperti kepada anaknya sendiri.
Beberapa paus diketahui mengangkat keponakan dan saudara lainnya menjadi
kardinal. Seringkali, penunjukan tersebut digunakan untuk melanjutkan “dinasti”
kepausan. Contohnya, Paus Kallistus III, dari keluarga Borja, mengangkat dua
keponakannya menjadi kardinal; salah satunya, Rodrigo, kemudian menggunakan
posisinya kardinalnya sebagai batu loncatan ke posisi paus, menjadi Paus
Aleksander VI.
Contoh kasus.
Mengapa Korupsi di Indonesia Sulit Diberantas?
JAKARTA-
Kasus korupsi di Indonesia seakan sulit dihentikan. Hampir setiap hari,
masyarakat disuguhkan pemberitaan mengenai kasus korupsi. Mengapa korupsi di
Indonesia sulit diberantas?Menurut Deputi Pemberantasan Pusat Pelaporan dan
Analisi Transaksi Keuangan (PPATK) Wizral Yanuar, ada beberapa hal yang membuat
korupsi sulit dihilangkan di Indonesia.
"Pertama, korupsi adalah kejahatan yang
terorganisir dan melibatkan aparat," ungkap Wizral dalam diskusi bertema
Caleg dan Pencegahan Korupsi di kantor DPP PPP, Jakarta, Rabu (20/3/2013).
Wizral
menjelaskan, korupsi merupakan rantai kejahatan yang panjang, akibatnya sulit
untuk mencari alat bukti guna mengusut atau menuntaskan kasus korupsi. Selain
itu, Locus dilicti (tempat dan lokasi kejadian) dalam kasus korupsi terkadang
bersifat lintas negara. Apalagi, alat atau sarana kejahatan semakin canggih.
Dikatakan Wizral, korupsi dilakukan, karena
adanya empat unsur, antara lain, niat untuk melakukan, kemampuan untuk
melakukan, peluang atau kesempatan dan target yang cocok. PPATK, kata Wizral,
tidak tinggal diam untuk mengusut kasus korupsi. Salah satu cara membongkar
korupsi ialah strategi follow the money atau menelusuri harta kekayaan dari
hasil kejahatan korupsi.
Sumber : “http://asrihandayani.wordpress.com/2010/03/31/pengertian-korupsikolusidan-nepotisme/ , http://news.okezone.com/read/2013/03/20/339/778867/mengapa-korupsi-di-indonesia-sulit-diberantas.”
TULISAN III
“HUKUM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA”
Hukum
di Indonesia merupakan
campuran dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat. Sebagian besar
sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada hukum Eropa,
khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan
wilayah jajahan dengan sebutan Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indie).
Hukum agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka
dominasi hukum atau syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan,
kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum
adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi,yang merupakan
penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang
ada di wilayah nusantara.
Kurang lebih ada 9 hukum yang berada di Indonesia , diantaranya :
1 Hukum
perdata Indonesia
Hukum
adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh
pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi untuk
mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi
pelanggarnyaSalah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang
dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata
disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik.
Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta
kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan
pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan
(hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga
negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan,
perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan
tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada
beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut
juga memengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon
(yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara
persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya
Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem
hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya.
Hukum
perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum
perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang
kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di
kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda)
berdasarkan asas konkordansi.
2 Hukum
pidana Indonesia
Hukum
pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua
bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana
materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan
pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil diatur dalam
kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Hukum pidana formil mengatur tentang
pelaksanaan hukum pidana materiil. Di Indonesia, pengaturan hukum pidana formil
telah disahkan dengan UU nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP).
3 Hukum
tata negara
Hukum
tata negara adalah hukum yang mengatur tentang negara, yaitu antara lain dasar
pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga negara, hubungan
hukum (hak dan kewajiban) antar lembaga negara, wilayah dan warga negara. Hukum
tata negara mengatur mengenai negara dalam keadaan diam artinya bukan mengenai
suatu keadaan nyata dari suatu negara tertentu (sistem pemerintahan, sistem
pemilu, dll dari negara tertentu) tetapi lebih pada negara dalam arti luas.
Hukum ini membicarakan negara dalam arti yang abstrak.
4 Hukum
tata usaha (administrasi) negara
Hukum
tata usaha (administrasi) negara adalah hukum yang mengatur kegiatan
administrasi negara. Yaitu hukum yang mengatur tata pelaksanaan pemerintah
dalam menjalankan tugasnya . hukum administarasi negara memiliki kemiripan
dengan hukum tata negara.kesamaanya terletak dalam hal kebijakan pemerintah
,sedangkan dalam hal perbedaan hukum tata negara lebih mengacu kepada fungsi
konstitusi/hukum dasar yang digunakan oleh suatu negara dalam hal pengaturan
kebijakan pemerintah,untuk hukum administrasi negara dimana negara dalam
"keadaan yang bergerak". Hukum tata usaha negara juga sering disebut
HTN dalam arti sempit.
5 Hukum
acara perdata Indonesia
Hukum
acara perdata Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara
(berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum perdata. Dalam hukum acara
perdata, dapat dilihat dalam berbagai peraturan Belanda dulu(misalnya; Het
Herziene Inlandsh Reglement/HIR, RBG, RB,RO).
6 Hukum
acara pidana Indonesia
Hukum
acara pidana Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara
(berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum pidana. Hukum acara pidana
di Indonesia diatur dalam UU nomor 8 tahun 1981.
Asas
di dalam hukum acara pidana di Indonesia adalah:
·
Asas
perintah tertulis, yaitu segala tindakan hukum hanya dapat dilakukan
berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang berwenang sesuai dengan UU.
·
Asas peradilan
cepat, sederhana, biaya ringan, jujur, dan tidak memihak, yaitu serangkaian
proses peradilan pidana (dari penyidikan sampai dengan putusan hakim) dilakukan
cepat, ringkas, jujur, dan adil (pasal 50 KUHAP).
·
Asas
memperoleh bantuan hukum, yaitu setiap orang punya kesempatan, bahkan wajib
memperoleh bantuan hukum guna pembelaan atas dirinya (pasal 54 KUHAP).
·
Asas
terbuka, yaitu pemeriksaan tindak pidana dilakukan secara terbuka untuk umum
(pasal 64 KUHAP).
·
Asas
pembuktian, yaitu tersangka/terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian (pasal
66 KUHAP), kecuali diatur lain oleh UU.
·
7 Hukum antar tata hokum
Hukum
antar tata hukum adalah hukum yang mengatur hubungan antara dua golongan atau
lebih yang tunduk pada ketentuan hukum yang berbeda.
8 Hukum adat di Indonesia
Hukum adat adalah seperangkat norma dan
aturan adat yang berlaku di suatu wilayah.
9 Hukum
Islam di Indonesia
Hukum
Islam di Indonesia belum bisa ditegakkan secara menyeluruh, karena belum adanya
dukungan yang penuh dari segenap lapisan masyarakat secara demokratis baik
melalui pemilu atau referendum maupun amandemen terhadap UUD 1945 secara tegas
dan konsisten. Aceh merupakan satu-satunya provinsi yang banyak menerapkan
hukum Islam melalui Pengadilan Agama, sesuai pasal 15 ayat 2 Undang-Undang RI
No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu : Peradilan Syariah Islam di
Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan
peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama,
dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang
kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.
TULISAN IV
“DINAMIKA PEMBANGUNAN HUKUM DI INDONESIA”
Enam
GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) pada era prareformasi menempatkan
pembangunan bidang hukum sebagai proforma. Tidak ada kejelasan grand disain
pembangunan bidang hukum sehingga setiap GBHN hampir tidak pernah ada perubahan
rumusan pembangunan hukum, yakni menciptakan ketertiban dan kepastian hukum.
Langkah-langkah normative yang ditempuh adalah melakukan kodifikasi dan
unifikasi hukum, menertibkan fungsi lembaga-lembaga hukum dan meningkatkan kemampuan dan kewibawaan penegak hukum. (KHN;2007;3)
Selain itu tentu tidak boleh dilupakan, bahwa pembangunan hukum sebagai
subsitem pembangunan politik merupakan aspek yang sangat menonjol dan
mempengaruhi eksistesi pembangunan hukum di Indonsia pada masa itu dan
produk-produk hukumnya sebagian besar masih berlaku pada masa era reformasi .
Apakah
ada yang berubah berkaitan dengan pembangunan hukum pada era reformasi ? Yang
pasti pada era reformasi pun yang sudah berlansung lebih 10 tahun, ternyata
juga tidak ada gejelasan grand disain pembangunan bidang hukum. Faktanya,
pembicaraan mengenai pembangunan bidang hukum baru sebatas “menggugat” kembali
konsep hukum pembangunan yang menempatkan hukum sebagai alat perubahan
masyarakat. Program Pembangunan Nasional (Propenas) 1999-2004 misalnya yang
disusun Bappenas yang dijadikan payung pembangunan nasional setelah tidak ada
lagi GBHN, dimana subprogram pembangunan hukum terbagi dalam Sembilan program;
(1) Perencanaan hokum
(2) Pembinaan dan pengembangan hukum dan HAM
(3) Pembentukan hokum
(4) Peningkatan kesadaran hukum dan hak asasi
manusia
(5) Pelayanan dan bantuan hukum
(6) Penegakkan hukum dan hak asasi manusia
(7) Pembinaan peradilan
(8) Pembinaan aparatur dan profesi hukum dan
(9) Pembinaan sarana dan prasarana hukum.
Namun
sebagaimana hasil kajian dari Komisi Hukum Nasional, bahwa program-program
pembangunan hukum yang disusun dalam Propenas itu paradigma apa yang dipakai
masih menjadi pertanyaan, apakah masih menggunakan paradigm lama atau sudah mengakomodasi
perkembangan tuntutan reformasi.
Tanpa
mengabaikan soal pradigma pembangunan hukum yang disusun pascareformasi,
sebenarnya terjadi reformasi dalam
bidang pembangunan hukum jauh sebelum era-reformasi bergulir di Indonesia.
Reformasi di bidang hukum itu tidaklah sekedar soal paradigm, melainkan
menyangkut penyedian “hunian” hukum. Bila sebelumnya hunian hukum dalam
pembangunan nasional hanyalah merupakan subsistem dari pembangunan politik,
tetapi pada GBHN 1993 pembangunan hukum dikeluarkan dari pembangunan politik.
Pembangunan hukum bukan lagi sebagai subsistem pembangunan politik dan
ditempatkan sebagai subsistem pembangunan yang mandiri (otonom).
Fakta
itu sebenarnya boleh jadi semacam bantahan terhadap pandangan yang menyatakan
di Indonesia belum ada kejelasan grand disain pembangunan hukum di Indonesia.
Hal ini tentu saja apabila pembangunan hukum tidak semata-mata dipahami dalam
wujud program pembangunan hukum. Bagaimana bentuk program pembangunan hukum
ditentukan banyak faktor, dan bahkan factor “hunian” menjadi penentu dari
karakter hukum yang akan dikembangkan. Bisa dibayangkan bagaimana warna dan
wajah hukum pada saat hukum menjadi subsistem dari pembangunan politik,
seringkali hukum bukan menjadi dirinya sendiri, sebaliknya hukum hanya menjadi
alat politik. Bahkan menjadi sangat sulit untuk memamahi pembangunan hukum
ketika pembangunan hukum berwajah hukum dan politik.
Sayang
reformasi “hunian” hukum yang sudah terjadi pada tahun 1993 itu tidak mendapat
respon yang memadai pada saat hukum menjadi bidangan pembangunan yang otonom.
Artinya, pemikiran terhadap grand disain atau paradigma pembangunan hukum yang
dicitakan seperti seringkali dibicarakan pasca reformasi semestinya sudah
menjadi pembicaraan yang intensif sejak tahun 1993 yang lalu –sejak pembangunan
bidang hukum dilepaskan sebagai subsistem pembangunan politik--, tetapi apa pun
alasannya, yang pasti sampai saat ini diskusi terhadap pembangunan hukum
lagi-lagi fokus kepada paradigma pembangunan hukum, sementara nuasana pembangunan
hukum sebagai subsistem pembangunan politik berganti wajah dalam bentuk yang
lain.
Seharusnya
di era reformasi kehidupan pembangunan hukum dan kehidupan hukum lebih baik
dari waktu-waktu sebelumnya. Bahkan jauh sebelumnya –pada masa Orde baru—pada
Penyusunan Pembangunan Jangka Panjang Ketiga (1995-2020) telah dirumuskan bahwa
untuk melaksanakan negara Indonesia yang adil , ukuran dan nilai yang harus
dipergunakan adalah ketentuan-ketentuan hukum. Maka pada Pembangunan Jangka
Panjang Ketiga yang disusun pada zaman orde Baru itu dirumuskan, bahwa
pembangunan nasional yang akan datang itu berintikan pembangunan hukum. Hal ini
menunjukkan kesadaran akan arti penting pembangunan hukum sudah tumbuh dengan
baik sejak 15 tahun yang lalu dan makin nyata dengan dinyatakannya dalam UUD
1945 hasil amandemen yang menyatakan negara Indonesia adalah negara hukum.
Namun sebagaimana telah disinggung sebelumnya, bahwa sampai saat ini (2011)
soal pembangunan hukum masih menjadi perdebatan, dalam berbagai aspeknya dan
artinya belum masuk ke implementasinya. Apakah yang salah ?
Bahwa
beberapa kenyataan yang terjadi disekitar kehidupan hukum baik pada sebelum dan
sesudah reformasi, suatu hal yang masih tumbuh kuat dalam masyarakat adalah
ketidakpercayaan terhadap hukum. Adanya ketidak percayaan terhadap hukum yang
demikian kuat dalam masyarakat jelas akan menimbulkan masalah-masalah dalam
perkembangan dan pembangunan hukum dengan segala macam dampaknya,baik terhadap
masyarakat maupun terhadap hukum itu sendiri.
Disatu
pihak, keadaan hukum yang tidak mandiri menyebankan masyarakat ragu-ragu
terhadap produk hukum. Tidak sedikit anggota-anggota masyarakat yang mempunyai
prasangka terhadap kemandirian lembaga-lembaga hukum.( Nazaruddin
Sjamsudin;1992) Pada satu sisi, Ketidak percayaan terhadap lembaga-lembaga
hukum itu biasa tercermin dari bagaimana lembaga-lembaga hukum itu
memperlakukan hukum. Disisi lain, ketidak percayaan terhadap lembaga hukum
bertumbuh atas dibangunnya opini yang menggugat lembaga-lembaga hukum ketika
memperlakukan hukum, namun tidak sesuai dengan “kepentingan” orang atau
sekelompok orang yang berada diluar lembaga-lembaga hukum atau lembaga
pembentuk hukum. Demikian pula sebaliknya, yang pada gilirannya pembangunan
hukum terjerembab dalam “lingkaran setan”. Hal ini masih menjadi satu factor
yang yang sangat kuat dalam upaya merumuskan pembangunan hukum di Indonesia
sampai saat ini.
Sumber :
“Komisi Hukum Nasional, Kebijakan Reformasi Hukum: Suatu Rekemendasi
Jilid II, Komisi Hukum Nasional 2007”
“Nazarudin Sjamsudin, Pembangunan Hukum
Nasional: Sebuah Tinjauan Politik, dalam “Politik Pembangunan Hukum Nasonal,
editor M. Busyro Muqqoddas, UII Pres, 1992”
TULISAN V
“ FAKIR MISKIN DAN ANAK TERLANTAR DI
PELIHAARA NEGARA ?”
Rakyat
(Inggris:Peoples) adalah bagian dari suatu negara atau elemen penting dari suatu
pemerintahan. Rakyat terdiri dari beberapa orang yang mempunyai ideologi sama
dan tinggal di daerah/pemerintahan yang sama dan mempunyai hak dan kewajiban
yang sama yaitu untuk membela negaranya bila diperlukan.Elemen rakyat terdiri
dari wanita , pria , anak-anak , kakek dan nenek.Rakyat akan dikatakan rakyat
jika telah disahkan oleh negara yang ditempatinya dan telah memenuhi
syarat-syarat sebagai rakyat/warga negara Rakyat diambil dari kata
Rahayat..artinya yang mengabdi,pengikut,pendukung.Konotasinya sangat
merendahkan karena dianggap sebagai "hamba,budak dan sejenisnya"
Sehingga agak berbeda dengan maksud dari kata people ( Inggris )..apalagi kalau
dengan konotasi rakyat sebagai sebuah kekuatan atau pemilik sebuah negara.
Di
dalam setiap masyarakat dikenal adanya status atau kedudukan dan “role” atau
peranan, yang masing – masing merupakan unsur-unsur baku dari stratifikasi
sosial yang merupakan salah satu unsur dari struktur sosial. Suatu status atau
kedudukan,merupakan suatu posisi dalam sistem sosial; dengan demikian, maka
status senantiasa menunjuk pada tempat-tempat secara vertikal. Peranan adalah
pola perilaku yang dikaitkan dengan status atau kedudukan. Misalnya orang kaya
atau fakir miskin. .Hal ini merupakan gambaran secara sederhana yang didalam
kenyataannya merupakan gejala yang rumit.
Seperti
halnya masalah fakir miskin dan anak yang terlantar dipelihara oleh Negara
diatur di dalam Undang – Undang Dasar 1945 Pasal 34. Fakir miskin adalah orang
yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak mempunyai
kemampuan memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan. Sedangkan Anak
Terlantar adalah anak yang karena suatu sebab orangtuanya melalaikan
kewajibannya sehingga kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar baik
secara rohani, jasmani maupun sosial . Hal ini sangat jelas bahwa Negara
mempunyai kewajiban untuk membantu dan memelihara fakir miskin maupun anak
terlantar mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik dengan memberikan berbagai
macam fasilitas seperti : pendidikan gratis, perumahan sederhana yang layak,
pekerjaan maupun keterampilan – keterampilan dsb.
Tetapi
kenyataan dalam pelaksanaannya banyak sekali kita jumpai di perempatan lampu
merah para pengemis maupun anak – anak dibawah umur melakukan pekerjaan seperti
: mengamen, mengemis , mencuri maupun mengelap kaca mobil dsb yang sering
sekali tidak terciptanya ketertiban dan ketentraman di jalan. Padahal anak –
anak tersebut berada di usia sekolah yang seharusnya mendapatkan pendidikan
yang lebih baik untuk di masa depan.
Oleh
karena itu penulis berpendapat bahwa pelaksanaan “Fakir Miskin dan anak yang
terlantar dipelihara oleh Negara “ belum berjalan efektif. Secara etimologi
kata efektifitas berasal dari kata efektif, dalam Bahasa Inggris “effective” yang
telah mengintervensi kedalam Bahasa Indonesia yang memiliki makna “berhasil”.
Dalam Bahasa Belanda “effectief” yang memiliki makna “berhasil guna .
Didalam
suatu Negara terdapat beberapa komponen yang saling terkait didalamnya, antara
lain masyarakat, aturan hukum yang mengikat, aparatur Negara, serta gejala
social yang timbul dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara,
setiap manusia yang hidup di masyarakat mempunyai keperluan sendiri – sendiri.
Seringkali keperluan itu searah serta berpadanan satu sama lain, akan tetapi
acapkali pula kepentingan – kepentingan itu berlainan bahkan ada juga yang
berbenturan, sehingga dapat menimbulkan konflik atau pertentangan yang
menggangu keserasian dalam hidup bermasyarakat. Oleh karena itu , dalam suatu
masyarakat harus ada peraturan yang mengatur tata tertib, yang memiliki
kekuatan hukum dan memberikan jaminan keadilan bagi masyarakat serta
pelaksanaannya dapat dipaksakan. Dalam pergaulan kemasyarakatan, hukum
mempunyai arti yang sangat penting , baik sebagai social control maupun alat
untuk merubah kehidupan masyarakat (social engineering).
Sehingga
pelaksanaan “Fakir Miskin dan anak yang terlantar dipelihara oleh Negara” dapat
berjalan efektif apabila :
1. Fungsi hukum berjalan sebagai social
control,dimana hal tersebut dalam pelaksanaanya telah diatur oleh Undang –
Undang Dasar 1945,dengan kata lain masyarakatnya taat pada Undang – Undang.
2. Keadaan ekonomi masyarakat di suatu Negara
meningkat (kesempatan lapangan kerja yang luas),
3. Faktor pendidikan masyarakat yang tinggi
(Tidak buta huruf).
Dalam
Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa “fakir miskin dan anakanak terlantar
dipelihara oleh Negara”. Maka secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa semua
orang miskin dan semua anak terlantar pada prinsipnya dipelihara oleh Negara,
tetapi pada kenyataannya yang ada di lapangan bahwa tidak semua orang miskin
dan anak terlantar dipelihara oleh Negara. Seseorang dapat dikatakan sebagai
anak apabila ia masih berusia dibawah 18 tahun dan belum terikat dengan suatu
perkawinan, karena jika ia belum berusia 18 tahun tetapi telah melakukan
perkawinan maka ia dapat dikatakan telah dewasa. Penanganan masalah anak
merupakan masalah yang harus dihadapi oleh semua pihak, bukan hanya orang tua
atau keluarga saja, tetapi juga setiap orang yang berada dekat anak tersebut
harus dapat membantu pertumbuhan anak dengan baik. Mengenai anak terlantar
banyak hal yang sebenarnya dapat diatasi seperti adanya panti-panti yang khusus
menangani masalah anak terlantar tetapi karena kurangnya tenaga pelaksana dan
minimnya dana yang diperoleh untuk mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut maka
kelihatannya panti-panti tadi tidak berfungsi dengan baik. Tetapi sekarang
semakin banyak yayasanyayasan serta lembaga swadaya masyarakat yang peduli
terhadap anak melakukan berbagai kegiatan seperti belajar bersama dengan
menggunakan fasilitas yang tersedia seperti perpustakaan keliling yang
bertujuan untuk menjadikan anak-anak terlantar menjadi orang yang berguna dan
lebih baik lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar